Sabtu, 26 Mei 2012

GALAU

Bingung mau mulai dari mana. Well, it is about my friends. Hari ini tepat 1 tahun 21 hari aku membersamaimu teman. Di sebuah rumah cinta yang sengaja kami beri nama KAMMI. Pastinya, telah ada sekian hal yang telah kita lakukan. Ada air mata, ada senyum manis, ada tawa. Cantik sekali ketika semua berpadu dalam kerja nyata kita. Panggilan akhi...ukhti..afwan...syukron..yang asing ditelinga orang2...bahkan sering kita lontarkan dengan kebablasan di muka umum...sambil nahan..eh salah.. Lucu sekali... :D hehehe Keronto-ronto sih..hehe Suatu hari ketika KAMMI harus dikritik terkait kinerja. Ada sedikit malu, tapi itulah kenyataannya. Heeee... Mana kadernya? kok cuma itu2 aja? Ada sedikit rasa gimana gitu karna KAMMI lahir dari rahim reformasi yang tak diakui oleh bapak dan ibunya. Kader... Kader... Kader... Bukan ambisi bukan juga pesimisme...Ini hanyalah masalah waktu... Seminggu kedepan, kami siapkan sesuatu untuk anak bangsa yang diberi hidayah oleh Alloh untuk mengikuti Dauroh Marhalah 1. Ya, salah satu agenda "unggulan" kami. Dan tidak masalah gitu lhoh, kalau kemungkinan buruk akan terjadi. Artinya, pertanyaan itu akan muncul lagi. MANA KADERNYA? Semua punya mata, semua punya telinga, semua punya bibir....Dan pastinya mereka punya otoritas untuk membuatnya bungkam, tuli, atau juga membuta. Bahkan jika Alloh menghendaki, pemuda2 yang notabene MAHASISWA itu membuka lebar mata, telinga, bibir, dan hatinya. It is okay, itu sekilas tentang kegalauan.hahay..

Selasa, 10 April 2012

Untuk KAMMI

Sebenarnya sih, kalau diukur melalui tulisan. Cinta itu tak bisa dituliskan. Karena bicara cinta adalah bicara "verb". Kata kerja. Ada Verb Transitive, verb intransitive, linking verb, and verb infinitive. Memberi memberi dan memberi. Cinta tak butuh belas kasihan dan balasan. Hanya ada aktifitas memberi.

KAMMI.
Kawan, coba pikir sejenak...
Sudah berapa kali kita bertemu di majelis?
Sudah berapa kali kita syuro?
Sudah berapa kali kita deadlock?
Sudah berapa kali pula kita menangis dalam tawa juga tertawa dalam tangis?
Sudah berapa kali peluh itu jatuh di setiap ada acara?

Hati seakan tak kuat jika menangisi semua...karna semua terlalu tangguh dan kokoh untuk ditangisi, bak harimau yang kekar lapar dan menerkam mangsanya....

Kawan,
bay the way, kenapa kalian mau susah?
kenapa sih, kalian gak menyerahkan saja semua ke temen2 HMI misal....PMII kek...atau GMNI? bisa juga LMND gitu?
KEnapa?
Kenapa?
Kenapa sih?
Susah deh...kenapa ga ambil enaknya aja sih?

KAMMI bersama ciri khasnya, tak akan bisa disamakan oleh manapun....
KAMMI rela berlari Sprint untuk menggapai ridhoNYA...
KAMMI adalah sesuatu...
KAMMI adalah oksigen di ruangan yang hampa....
Islam, Iman, Ikhsan....
Alloh bersama kesyumulan ISlam, ku kenali di dalam KAMMI...
KEnapa harus KAMMI kenapaaaa????
Aku benci sama KAMMI...kenapa tak juga bisa hilang dari ingatanku?


Ada yang bilang lebih baik cari duit daripada debat...
So, bukankah hidup mahasiswa yang studi oriented, punya penghasilan tetap, dan Cumlaude itu sudah cukup buat seorang lelaki dewasa?
Apalagi sih yang kurang? Tinggal nikah pingin yang PNS, model, atau wanita biasa banyak.

Ada yang bilang, lebih baik bantu ibu di rumah daripada cewek ikut organisasi, pulang malam jam 8 baru sampe rumah, tempat garam di dapur aja gak tau?

Ada yang bilang, mahasiswa itu perang pemikiran yang edukatif. Mahasiswa itu menolak demonstrasi.

Ada yang bilang, wanita paling "banter" juga di dapur..
Ada yang bilang, cukup bersuami PNS atau apalah dan sebagainya...




KAWAN, SEMUA ITU TIDAK CUKUP!!!!!!!!!!


IT IS NOT ENOUGH.........!!!

adalah peran lelaki bagaimana wanita itu kelak....adalah peran wanita bagaimana mendidik anak itu....negara it...tiang nya adalah wanita....
Akhi, ukhti...mari kita merenung sejenak mengapa lingkaran setan itu ada?

Ikhwan...kenapa ikhwan tidak cukup hanya dengan punya rumah, kendaraan, istri, dan pangkat saja? Karna ikhwan tau diri....

Tau diri disaat kelak akan mempertanggung jawabkan akhlaq istrinya di hadapan Rabbnya...

Akhwat....kenapa akhwat tak merasa cukup hanya dengan IPK 4 dan lulus cumlaude, lalu menikah dengan seorang lelaki tampan, kaya, dan PNS?

NO.... itu tidak cukup kawan.....
KArna akhwat punya tanggung jawab untuk menjadikan keturunan mereka itu sholeh dan sholeha.....

Dunia ini tidak pernah bisa membeli kebahagiaan mutlak kita di akhirat....
JIka semua itu hanya untuk kepuasan dunia....untuk apa kawan???


Dakwah akhi, ukhti, dakwah tidak butuk kita....tapi kita yang harusnya butuh dakwah....

Sama seperti kita butuh hidup, bukan hidup yang butuh kita....


KAMMI, sudah berada di separuh perjalanan....
Terus bakar semangatmu sayang....


Kematian itu terus mengintai....jika kita meninggal dan belum menorehkan tinta emas di panggng sejarah Indonesia, enyahlah!

Wahai pemuda, untuk apa kita diciptakan?
apakah hanya untuk berfoya-foya?
Cukupkah hanya hedonisme yang kita handalkan?
KENAPA TIDAK IKUT KAMMI KAWAN?
Apa lagi yang menahanmu?
Apa lagi yang membuatmu enggak melirik saja?
Apa yang membuatmu, mendekat saja tak mau??
Apa yang kau cari kawan??
Dunia?

Fana.
Akan hilang bersama waktu.
Mari kita resapi, bahwa penyelasan itu nyata adanya di belakag....bukan sekarang....

Ayo kita buka hati kita selebar-lebarnya utuk menerima, bahwa beban dakwah itu ada di pundak kita....

INdonesia masa depan, menanti uluran tangan kita wahai pemuda....

amar ma'ruf nahi munkar......
itu suliiiiiiit sekali, namun surga itu manis....


Ayo sejenak kita bertamasya dalam lelah........lelah mencinta....mencinta dakwah memberi dakwah....
Bergegaslah bangkit, karena harapan itu masih ada!
Tidak ada kata terlambat untuk sesuatu yang lebih baik....

Dari KAMMI untuk Bangsa!!!!

Mahasiswa pintar, ikut KAMMI!

Senin, 19 Maret 2012

Aku tidak menyuruhmu bertahan.

Aku benar-benar tak menyembunyikan apapun dimeja kerja ini, di dapur ini, di balik wajah yang buruk ini. Semuanya telah kukatakan sejujurnya, dan supaya tiada dusta di atas dusta. Waktu berlalu seiring dengan aktifnya matahari yang masih setia menyinari bumi, yang begitu cerahnya bahkan terang sekali menuruti kemauan bumi.
Hati itu kini telah sangat tercabik. Wahai mentari yang biasa bersinar, kini kau telah menunaikan janjimu untuk lelah berjalan bersamaku. Aku memang bumi yang senantiasa gelap tanpa bantuanmu. Tiada bulan yang sinarnya hanyalah pantulan cahayamu, tiada keindahan lagi yang bisa menjadikanku tersenyum dan tersipu malu.
Ruang-ruang kecil itu bahkan kini harus dipupuskan. Kau bilang, aku akan bisa mengulangi kejadianku bersamamu dengan orang lain??? Kau kira aku apa??? Murah sekai??? Sakit rasanya, terlalu dini untuk mengatakan hal itu kepadaku. Jujur agaknya tidak enak dirasakan. Baru sekali ini aku bermain-main tapi ibuku memanggilku dan menyuruhku pulang. BAru sekali aku mengenalmu, tapi kau tampar aku dengan prasangkamu itu. Cukup sudah, semua memang kesalahanku wahai matahariku...
Maafkan aku, sakit rasanya menuntaskan ini, tapi ini harus selesai dan disudahi secepatnya.
Salah memang, ketika harus menuruti perasaan itu, salah memang sakit itu, hati ini salah mengefektifkan kinerjanya. Hati ini memang telah salah berinteraksi, hingga benar-benar sakit ketika obat itu harus menghapus lukanya.
Ah, sudahlah. tidak selayaknya berlarut dalam urusan ini, karena esensinya, sakit tetaplah sakit. Nasi sudah menjadi bubur. sebaik apapun niat memperbaiki dengan cerita yang baru itu tidak akan menghapus yang sudah-sudah. Percuma. Anggap saja kita tidak pernah kenal. Lupakan!

Rabu, 08 Februari 2012

Sistem Pendidikan Pragmatis Faktor Esensial Bagi Rusaknya Kualitas Generasi Penerus Bangsa

Generasi berkualitas yang ideal adalah generasi yang melahirkan barisan pemimpin bangsa yang tidak hanya memiliki keahlian, melainkan juga memiliki kepribadian istimewa yang ditunjukkan oleh integritasnya pada nilai-nilai kebenaran. Kepribadian ini merupakan pancaran dari kesatuan pola pikir dan pola sikap yang benar dan luhur. Generasi seperti inilah yang bisa diharapkan menjadi penerus bangsa, yang akan membawa bangsanya menjadi bangsa besar, kuat, dan terdepan. Generasi seperti ini bila menjadi pemimpin tidak akan menggadaikan negerinya diperas dan dijajah oleh penjajah asing demi untuk memperkaya dirinya dan keluarganya. Tetapi sebaliknya, mereka rela berkorban untuk melindungi negerinya dari cengkraman penjajahan dalam bentuk apapun.
Jika kita menilik kondisi generasi yang ada di Indonesia, maka nampaknya masih jauh dari gambaran generasi berkualitas. Pada level akar rumput kita dapati banyak terjadi konflik horisontal baik yang dilakukan pelajar bahkan mahasiswa, serta pudarnya pergerakan mahasiswa yang kritis, cerdas, dan pro rakyat. Sementara di tingkat elit, fenomena munculnya pemimpin-pemimpin muda tanpa integritas pada pentas politik adalah problem serius. Walhasil, di negeri ini sangat langka mendapati sosok pemimpin berintegritas yang bisa melindungi rakyat. Seluruh realita ini bukan lagi sekedar kasus rendahnya kualitas, namun mengindikasikan secara sistemik bangsa ini telah kehilangan generasinya yang berkualitas.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dipahami betapa strategisnya posisi sebuah sistem pendidikan dalam mewujudkan generasi pemimpin bangsa. Baik pendidikan di tingkat dasar, menengah dan tinggi. Setiap jenjang tersebut memiliki level kontribusi yang khas pada pembentukan karakter generasi dan pemberdayaan generasi tersebut untuk kepentingan strategis bangsa. Peran pendidikan dasar adalah penanaman nilai mendasar yang membentuk karakter kepribadian generasi, pendidikan menengah menyiapkan generasi memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan masyarakat, dan pendidikan tinggi membentuk generasi memiliki kompetensi dan keahlian profesional yang diarahkan untuk kepentingan strategis bangsa yang lebih luas. Sinergi ketiga jenjang tersebut secara berkesinambungan -jika negara memiliki visi dan paradigma kuat- akan melahirkan generasi dengan kualifikasi pemimpin.
Meski demikian suatu sistem pendidikan akan sangat dipengaruhi oleh warna kebijakan dan perangkat sistem negaranya. Sistem politik dan ekonomi punya pengaruh signifikan terhadap visi dan paradigma negara dalam mendesain sistem pendidikannya. Sistem politik pemerintahan yang fungsinya memimpin dan melindungi rakyat, dan sistem ekonomi yang fungsinya mengelola sumber daya ekonomi untuk menyejahterakan rakyat tentu akan menentukan bagaimana sebuah sistem pendidikan itu didesain dan dijalankan.
Begitupula yang terjadi di negeri ini, sistem politik ekonomi yang diterapkan jelas sangat mempengaruhi sistem pendidikannya. Ketika sistem politiknya diwarnai oleh pragmatisme politik yang kental dan sistem ekonominya memiliki tata kelola SDA yang kapitalistik dan tidak mensejahterakan rakyat; maka yang terjadi justru dengan mudahnya arus pragmatisme merasuki sistem pendidikan nasional di semua jenjang. Bahkan dari tingkat dasar. Lompatan-lompatan kebijakan selama dua dekade terakhir, membawa pergeseran signifikan bagi kualitas generasi kita ke arah perusakan. Sikap pemerintah yang sekedar mengikuti arus global dan sistem pendidikan nasional yang miskin visi hanya mengarahkan penciptaan kapasitas peserta didik untuk memenuhi kebutuhan pasar atau industri.
Krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari orientasi pendidikan kita yang hanya memenuhi tuntutan pasar global akibat dari sistem pendidikan nasional yang miskin visi. Sehingga generasi yang dilahirkan dari sistem ini adalah generasi yang tidak berkarakter yang hanya mengikuti dan memenuhi apa yang dibutuhkan oleh pasar tenaga kerja. Maka bangsa kita tak lebih dari bangsa pekerja.
Pendidikan yang berorientasi kepada kebutuhan pasar bebas berarti telah menjadikan pendidikan layaknya komoditas yang diperdagangkan. Pendidikan kemudian tunduk pada hukum pasar dan logika bisnis yang bertumpu pada pola pikir materialistik, kapitalistik, dan pragmatis. Berbagai komponen pendidikan: visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, manajemen pengelolaan, dan berbagai komponen pendidikan lainnnya harus tunduk pada hukum pasar dan logika bisnis. Selain itu, pendidikan yang dijual tersebut harus mendapatkan pengakuan dari lembaga internasional yang kredibel, melalui sertifikat akreditasi yang diakui (recognize).
Lembaga pendidikan dengan pendekatan bisnis juga harus memiliki sistem dan infra-struktur yang dijiwai oleh budaya bisnis yang unggul (corporate culture). Logika bisnis yang bertumpu pada pola pikir materialistik, ekonomis, dan pragmatis. Setiap orang yang akan memasuki sebuah perguruan tinggi misalnya, terlebih dahulu bertanya: Nanti kalau sudah lulus bisa jadi apa? Kerjanya di mana? Dan gajinya berapa? Jawaban yang diharapkan dari pertanyaan ini tentunya adalah: jika sudah lulus akan memiliki gelar dan keahlian yang sangat mudah mendapatkan kerja dengan gaji yang besar. Jika program studi atau satuan pendidikan tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut, maka program studi tersebut akan kehilangan pasar.
Sistem pendidikan pragmatis berorientasi pasar sebenarnya berkembang bukanlah tanpa sengaja. Awalnya digagas di Amerika Serikat yang menemukan hasil penelitian pada tahun 60-an terkait investasi di bidang pendidikan, yang ternyata investasi di bidang pendidikan jauh lebih menguntungkan daripada investasi di bidang saham. Setelah itu, Amerika Serikat membiayai penelitian terapan di bidang pendidikan tidak kurang dari enam miliar dollar. Hasilnya, Amerika Serikat memiliki sistem pendidikan pragmatis yang berorientasi pasar. Standarisasi terhadap semua aspek pendidikan mereka lakukan, dan hasilnya diakui dunia karena lulusannya sangat unggul dan mampu bersaing merebut peluang. Untuk itu sejak tahun 70-an hingga sekarang, Amerika Serikat menjadi kiblat pendidikan di dunia.
NAMA : INDAH SETIOWATI
KOMSAT : BLITAR

Tema : “Analisis konstelasi politik dalam menegarakan Islam” Judul: Oh Negara Islam

Assalamualaykum warohmatullohi wabarokatuh
Ikhwah fillah sekalian, kadang kita mendengar tentang Negara Islam begitu ya. Baik di buku-buku, majalah, atau internet. Dan tidak sedikit orang Indonesia yang illfeel mendengarnya. Ketika awal saya mendengar tentang Negara Islam saya juga sedikit ngeri. Seakan-akan hukum islam terpancung harus dilaksanakan. Mirisnya, semua orang banyak yang sudah beranggapan bahwa hukum islam itu menyeramkan. Sudah ada kabut hitam dulu sebelum menjalankan dengan syariat yang benar. Padahal Khilafah Islamiyah itu tujuan umat islam sedunia. Dan Daulah Islamiyah itu harus dijalankan di bumi Alloh ini.
Berbicara tentang Negara kita tidak akan jauh dari bicara tentang politik. Islam dan politik itu bagaikan manusia dan nafasnya. Tidak akan pernah pisah selama para mujahid itu masih rela menumpahkan darahnya di jalan Alloh. ALLOHUAKBAR.
Dalam kehidupan ini, manusia Indonesia telah ditakdirkan oleh Alloh menjadi bangsa yang multikulural. Dan hal itu sangat berpengaruh terhadap berkembangnya islam di Indonesia. Bagaimana tidak? Dengan banyaknya perbedaan, mereka akan semakin bodoh untuk membentuk kesatuan. Padahal mayoritas penduduk Indonesia ini beragama Islam, namun, ada banyak pihak yang tidak setuju jika Indonesia menjadi Negara Islam.
Perlu di ketahui di sebuah Negara Islam itu harus ada beberapa syarat yang salah satunya adalah agama. Saya akan membahas sedikit tentang ini, bahwasanya sebuah Negara dengan berladaskan pada hukum-hukum Alloh tanpa ragu sedikitpun yaitu benar-benar menerapkan ayat-ayat Al-Quran sebagai pedoman dalam pemerintahan isyaalloh itu jawaban dari kemrosotan dan kegagalan pemerintahan selama ini. Dulu ada yang memulai, sebuah partai islam di Indonesia. Namun mengapa partai Islam gagal dan selalu gagal untuk duduk di kursi pemerintahan. Baik Parlemen maupun pembuat kebijakan.
Nasionalisme dan kepercayaan akan kebijakan manusia sifatnya lebih menjamin daripada kebijakan Alloh itulah yang membuat Indonesia sulit mencapai sebuah jabatan Negara islam. Maka dari itu ada banyak pihak yang menganggap politik itu kotor. Saling memakan dan menjatuhkan. Kalau kita menerapka politik islami pastinya jauh dari anggapan-anggapan seperti itu.
Yang kedua adalah pemimpin yang kharismatik. Seorang penguasa diharuskan mempunyai karismatik, berwibawa dan dapat diteladani. Syarat ini merupakan penopang pilar negara dimana ia menjadi alat pemersatu dari aspirasi-aspirasi yang berbeda. Penguasa karismatik dapat membina dan menata negara untuk mencapai sasaran-sasaran yangluhur yaitu menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat, menjaga agar agama dihayati dan dijalankan, melindungi jiwa, kekayaan dankehormatan warga negara, serta menjamin eksistensi negara dari ancaman-ancaman yang timbul, baik dari internal maupun eksternal.
Yang selanjutnya tidak kalah penting adalah keadilan. Keadilan merupakan syarat yang sangat penting, sebab dengan keadilanyang merata akan tercipta keakraban sesama warga negara, menimbulkan rasa hormat dan ketaatan kepada pemimpin, menyemarakkan kehidupan rakyat dan menumbuhkan karya dan prestasi masyarakat.
Dan masih banyak lagi syarat-syarat Negara Islam. Saya tidak pernah pesimis kalau kalau Indonesia tidak bisa menjadi Negara Islam. Saya percaya suatu saat nanti Khilafah Islamiyah akan terwujud dengan dirintis dari bawah oleh para mujahid/mujahidah tangguh itu dengan cara menerobos berbagai sektoral pelakasanaannya untuk menuju ke sana. Insyaalloh.
Wassalamualaykum warohmatullohi wabarokatuh
NAMA : INDAH SETIOWATI
KOMSAT : BLITAR

RESUME MANHAJ HARAKI I

Manhaj Haraki ialah langkah-langkah terprogram (manhajiah) yang ditempuh nabi saw. Dalam gerakan dakwahnya, semenjak kenabiannya sampai berpulang kepada Allah. Jika kita ingin agar gerakan Islam yang kita lakukan berjalan secara benar, kita harus melacak tahapan-tahapan pergerakan Rosulullah saw. Sebagai mana firman Allah :
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat….” (al-ahzab [33]:21)

Periode-periode Manhaj Haraki ditentukan dalam lima periode, sebagai berikut:
1. Pertama: Dakwah dan Struktur Tertutup (Sirriyatu ad-Da'wah wa Sirriyatu at-Tandzim).
2. Kedua: Dakwah Terbuka dan Struktur Tertutup (Jahriyatu ad-Da'wah wa Sirriyatu at-Tandzim).
3. Ketiga: Mendirikan Negara (Iqamatu ad-Daulah)
4. Keempat: Pemantapan Sendi-sendi Negara (Ad-Daulatu wa Tatsbitu Da'aimiha).
5. Kelima: Menyebarkan Dakwah ke Seluruh Dunia (Intisyaru ad-Da'wah fil Ardhi).

Jika harus menentukan awal dan akhir setiap periode, dapatlah disimpulkan sebagai berikut:
1. Periode pertama dimulai dari bi’tsah nabawiyah (pengangkatan sebagai nabi) sampai dengan turunnya firman Allah surat asy-syu’ara’ (42):214
2. Periode kedua berakhir pada taun kesepuluh kenabian
3. Periode ketiga berakhir pada awal tahun pertama hijriyah
4. Periode keempat berakhir dengan Shulhul Hudaibiyah
5. Periode kelima berakhir denga wafatnya Rosulullah saw

Hanya sedikit bagian dan gambaran dari buku ini, tentunya dengan kita membaca buku ini selain dapat mengetahui Siroh Nabawiyah kita juga lansung bisa melihat aplikasi dari langkah-langkah terprogram (manhajiah) yang dilakukan oleh Rosulullah saw dalam dakwahnya yang harus kita jadikan pedoman dalam jalan dakwah kita. Informasi saja, buku manhaj haraki ini terdapat dalam 2 jilid, serta periode-periode yang telah disebutkan di atas masing-masing akan dijelaskan lagi dengan kharakteristiknya masing-masing.
Alhamdulillah, cukup sekian dari saya semoga bermanfaat.
NAMA : INDAH SETIOWATI
KOMSAT : BLITAR

Selasa, 31 Januari 2012

Tema: Analisis Problematika Ummat dan pemecahannya Judul: Krisis Multidimensi Indonesia

Indonesia saat ini tengah mengalami krisis. Biasa disebut dengan krisis multidimensi. Mengapa demikian, karena telah merambah ke segala bidang kehidupan. Baik sektor moral, pendidikan, politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Jika diselidiki asal muasal penyebab krisis multidimensi ini adalah degradasi moral yang telah jatuh pada lantai terbawah. Pelitnya para pemuda dalam merencanakan cita-citanya dan loyalnya para pemuda dalam memberi ruang pada kebudayaan barat masuk di tengah-tengah globalisasi. Sementara para pemuda tidak sadarkan diri ketika mereka benar-benar hanyut dalam kehidupan hedonisme dan westernisasi. Hal tersebut ada karena masayarakat terutama pemuda yang notabene dinobatkan sebagai generas penerus yang harusnya merubah kebiasaan-kebiasaan barat yang jauh dari nilai-nilai moral ketimuran. Nila-nilai ketimuran saja tergusur oleh budaya barat, apalagi nilai-nilai religiusnya? Kini malah sebaliknya, mereka lebih terbiasa hidup dalam arena terjajah seperti saat ini.
Memang sudah menjadi sunatulloh kalau dalam menegakkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari itu pasti ada ujiannya. Sejauh mana kita mau berlindung pada Alloh dalam menghadapai krisis-krisis ini maka sejauh itu pula usaha yang kita tempuh akan menjawab semuanya. Krisis ini sudah pasti disebabkan oleh distribusi substansinya yang tidak merata. Hal ini mungkin juga di sebabkan oleh egoisme sektor-sektor di Indonesia yang terkesan tidak saling mendukung satu sama lain sehingga menyebabkan permasalahan krisis ini hanya di tangani beberapa sektor saja atau tidak bekerja sama satu sama lain. Bagaimana seharusnya jalan keluar dari krisis ini masih sangat perlu disadari dan diamalkan oleh seluruh bangsa Indonesia.
Bahkan ada pada sekelompok organisasi masyarakat yang terkesan tidak mendukung antara sektor satu dengan sektor lainnya. Misalkan saja terkait masalah pendidikan. Jika suatu kelompok merasa pendidikan tidak perlu dukungan dan koalisi dengan masalah politik, maka hasil akhirnya juga pasti jatuh lagi pada krisis multidimensi. Padahal pembeberan makna kata politik itu bukan sekedar partai, anggota DPR, dan korupsi misalnya. Jika kita mau menelaah bagaimana sebenarnya politik Rosululloh dan para sahabat, kita pasti tau bagaimana memadukan sektor-sektor itu supaya tidak ada satu bidang yang terbelakang dan ter-black list.
Merasakan getirnya krisis-krisis tersebut sebenarnya ada jalan keluar yang mampu menjadi solusi yang tepat untuk permasalahan ini. Solusi yang paling tepat untuk masalah ini bukan dengan meminta bantuan utang atau tenaga ahli sebanyak-banyaknya dari negara lain. Mulailah dari percaya pada output negara kita sendiri. Kurangnya percaya pada cendekiawan-cendekiawan kita juga akan mempengaruhi kita untuk terus bergantung pada negara lain dalam urusan dapur negara kita. Karena berapa pun bantuan dan utang yang dikucurkan oleh lembaga keuangan dunia serta berapa pun tenaga ahli yang dikirimkan tidak akan mampu menjadi solusi yang baik bahkan sia-sia jika tidak didukung oleh “character and nation building” oleh bangsa Indonesia. Jadi , solusi itu adalah dengan membangun dan menata kembali karakter dan watak bangsa kita sendiri. Namun hal ini dirusak oleh bangsa Indonesia sendiri sejak dulu, sejak jatuhnya masa orde baru yaitu ketika kehidupan politik, budaya dan ideologi bangsa juga mengalami krisis. Hal ini juga makin diperparah dengan terpecah belahnya kesatuan wilayah dan hati bangsa Indonesia. Itu menyebabkan upaya perbaikan nasib rakyat menjadi lebih buruk di bandingkan sebelumnya.
Membangun karakter bangsa adalah satu-satunya solusi yang tepat dalam menghadapi krisis ini. Hal yang menakjubkan ini hanya pernah di terapkan oleh presiden pertama kita yaitu Bung Karno pada saat itu bangsa Indonesia masih memiliki kebanggan sebagai bangsa Indonesia dengan karakternya sendiri, yaitu kesatuan seluruh wilayah dan hati bangsa Indonesia serta kepercayaan diri bangsa Indonesia yang tinggi sehingga mampu menjadi bangsa yang patut dibanggakan. Namun, fondasi karakter itu telah rusak karena tidak di teruskan semangatnya oleh penerus selanjutnya sehingga fondasi karakter bangsa ini rusak. Sehingga yang ada pada saat ini utang semakin membumbung, korupsi merajalela, pejabat bisa di beli, rasa persatuan berkurang, dan konflik antar bangsa Indonesia sudah makin luntur. Namun, semua hal itu bisa ditanggulangi kembali dengan memupuk dan membangun rasa persatuan di berbagai bidang. Rasa persatuan ini memicu bangsa Indonesia untuk terus bekerja sama dalam menghadapi krisis multidimensial ini. Dan persatuan itulah yang menjadi karakter kita. Dan percaya pada hukum-hukum Allah supaya Negara ini kembali. Bahwasanya ketika semua manusia mau tunduk pada aturan-aturan yang sudah nas dari Allah swt maka jadilah Indonesia penuh berkah. Mari selesaikan denganm islami, mengingat rakyat Indonesia dominasi Islam. Wallohua’lam.







RESUME FIQH DAKWAH (MUSTHAFA MASHYUR)

Kesibukan masyarakat kini berkembang begitu cepat dan pesat, melampaui kecepatan berpikir manusia( Dr. Ali Gom'ah, Mufti Negara Mesir). Realita ini berdampak pada munculnya penyikapan-penyikapan yang cenderung datar dan mengambang dari berbagai macam lapisan masyarakat, termasuk diantaranya para da'i. Sehingga tidak jarang sikap-sikap tersebut bukannya menyelesaikan masalah. Akan tetapi malah sebaliknya, semakin menambah runyam permasalahan yang ada.

Dengan mengikuti kaidah-kaidah ini, diharapkan para da'i dapat lebih arif dalam menyikapi setiap permasalahan yang sedang terjadi serta mampu menyelesaikannya. Hal ini tentunya akan sangat mendukung keberhasilan dalam berdakwah.
1. Mengaitkan akar permasalahan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Seorang da'i jangan hanya berupaya menangani sebuah permasalahan dari akarnya, tanpa mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, sehingga tampak kaku dan kurang dapat dicerna oleh masyarakat. Jangan pula hanya terkonsentrasi kepada apa yang muncul dipermukaan, tanpa memperhatikan akar permasalahan yang sebenarnya.

2. Pengecekan terlebih dahulu validitas informasi yang didapat sebelum mengambil sikap dan melakukan reaksi. Seorang da'i tidak diperkenankan menerima begitu saja informasi yang beredar di masyarakat dari berbagai media massa. Akan tetapi dia harus melakukan cek dan ricek terlebih dahulu kepada sumber yang betul-betul dapat dipercaya. Baru kemudian menentukan sikap yang tepat.

3. Memilih solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah antara diam atau melakukan reaksi. Karena tidak semua permasalahan harus diselesaikan dengan melakukan sebuah reaksi. Banyak diantara permasalah justeru akan lebih cepat selesai dengan cara diam.

4. Menghindari pemerataan (ta'mim), baik dalam mengungkapkan pujian ataupun celaan. Sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala
"Dan diantara Ahli Kitab ada yang jika engkau percayakan kepadanya harta yang banyak, niscaya dia mengembalikannya kepadamu. Tetapi ada (pula) diantara mereka yang jika engkau percayakan kepadanya satu dinar, dia tidak mengembalikannya kepadamu, kecuali jika engkau selalu menagihnya." (Ali Imran: 75).

5. Tidak gegabah dan tergesa-gesa dalam upaya penyelesaian masalah. Dengan kata lain, pengambilan sebuah sikap dan tindakan haruslah didasari pertimbangan yang matang; apakah tindakan yang akan diambil efektif ataukah tidak?

Kewajiban seorang da'i dalam menyikapi sebuah permasalahan adalah berupaya untuk menyelesaikannya (tafa'ul ma'al isykal). Bukan menampakkan perasaan emosi dan marah dengan segala cara (infi'al bil musykilah).

Poin ini sangat penting untuk diperhatikan. Karena pengambilan tidakan yang salah justeru akan membuat permasalahan menjadi semakin besar.

Ambil saja contoh aksi-aksi pelecehan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Barat yang berhaluan ekstrim dan fundamental, terhadap Al-Qur`an atau Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.

Mayoritas umat Muslim, yang diantaranya mendapatkan arahan dari sebagian pemuka agama Islam, menyikapinya dengan kepala panas. Sehingga pada akhirnya berbuntut pada tindakan-tindakan anarkis seperti pembakaran, pengrusakan, penghancuran aset-aset Barat dan lain-lain.

Berbagai tindakan ini kemudian dimanfaatkan oleh media massa barat untuk semakin memojokkan Islam. sehingga tidak heran jika kemudian banyak diantara orang Barat yang asalnya tidak peduli atau bahkan mengecam tindakan pelecehan tersebut, menjadi berubah pikiran dan berbalik arah mengecam tindakan-tindakan anarkis umat Muslim. Citra Islam menjadi semakin buruk di mata Barat.

Dengan demikian, secara tidak sadar berarti kita telah mempersempit atau bahkan menutup pintu kesuksesan untuk berdakwah dan misi islamisasi di Barat.

Segelintir orang yang melakukan pelecehan tersebut, semakin bergembira dan tertawa terbahak-bahak menikmati hasil upaya mereka yang jauh melampaui apa yang mereka bayangkan sebelumnya.

Namun, bukan berarti kita hanya diam membisu menyaksikan pelecehan-pelecehan tersebut. Kita tetap harus mengambil sikap serta melakukan tindakan untuk menghentikannya. Hanya saja, sebelum melakukannya, terlebih dahulu harus dipikirkan masak-masak efektifitas tindakan tersebut.

Jika seandainya saat itu umat Islam tidak melakukan tindakan-tindakan anarkis serta menyerahkan penyelesaian masalah kepada para ulama dan kemudian para ulama mengambil tindakan-tindakan yang dianggap efektif untuk menghentikannya. Misalnya dengan mengadakan dialog-dialog terbatas dengan para pemuka Barat. Tentu kenyataannya akan berbeda.

6. Berupaya semaksimal mungkin menghindari adanya indikasi pemihakan (tahayyuz) terhadap kelompok tertentu dalam penyampaian sikap. Seorang da'i haruslah mengambil kebenaran serta berupaya meluruskan kesalahan dari kelompok manapun.

7. Menghargai para ahli dalam bidang apapun (ihtirom al takhosshush). Atau dengan kata lain, seorang da'i tidak diperkenankan untuk berbicara tentang sesuatu yang tidak ia kuasai.

Seorang da'i yang kurang menguasai ilmu ekonomi misalnya, seharusnya tidak berbicara panjang lebar mengenai sebab-sebab krisis ekonomi serta solusi dalam mengatasinya. Agar tidak menjadi bahan tertawaan para ekonom.

Contoh lain, seorang da'i yang kurang menguasai pemikiran liberal serta cara membantahnya misalnya, tidak selayaknya melakukan debat terbuka dengan kaum liberal. Agar tidak menjadi bahan tertawaan masyarakat, sehingga mengesankan seolah-olah kaum liberal-lah yang berada di jalan kebenaran.

Bukanlah sebuah aib, jika seorang da'i mengatakan; saya tidak tahu.

8. Menghindari cara-cara yang justeru dapat memperluas permasalahan pada masyarakat umum. Seorang da'i janganlah berpidato atau berceramah tentang sebuah permasalahan, di hadapan masyarakat yang sama sekali tidak mendengar dan tidak tahu-menahu permasalahan tersebut. Kecuali sekedar untuk memperingatkan mereka agar jangan sampai terjerumus kedalamnya.

Seorang da'i janganlah berceramah panjang lebar tentang liberalisme mislanya, dihadapan masyarakat pedesaan yang sama sekali tidak mengetahui hal ini. Kecuali sekedar mengingatkan mereka agar jangan sampai mengikuti orang-orang yang berpikiran nyeleneh dan berpesan agar tetap berpegang teguh dengan apa yang diajarkan oleh para as-salafus shalih.

9. Menghindari sikap ambivalensi (plin-plan) dalam menyikapi sebuah permasalahan. Seorang da'i janganlah berkata A di timur, tapi kemudian berkata B di barat.

Tidak ada masalah seandainya dia hanya menerapkan cara yang berbeda dalam menyampaikan sikap, sesuai dengan situasi masyarakat yang sedang ia hadapi, tetapi dengan syarat subtansinya harus tetap sama. Yang terlarang adalah ambivalensi sikap yang sampai pada taraf berlawanan. Karena hal ini dapat menghilangkan kepercayaan kedua kelompok masyarakat terhadapnya.

Satu contoh, Ketika terjadi kasus pelecehan terhadap Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam oleh salah satu media massa Denmark, ada seorang da'i yang tidak diragukan keikhlasannya dalam berdakwah, jatuh martabatnya gara-gara tidak mengikuti kaidah ini. Kepada umat Islam dia menyeru untuk melakukan pemboikotan terhadap produk-produk Denmark. Tetapi ketika dia berkunjung ke Barat dan ditanya apakah dia menyeru untuk melakukan pemboikotan, dia menyatakan tidak. Selang sehari setelah pernyataanya itu, beberapa media massa memuat fotonya di bawah judul; Syekh Pembohong Besar. Tak ayal lagi, kepercayaan masyarakat terhadapnya menjadi pudar. Baik dimata umat Islam maupun dimata masyarakat Barat.

10. Menghindari penyebutan nama individu atau kelompok yang sedang dikritik sebisa mungkin. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, dengan menggunakan kalimat; "ma balu qaumin" dan yang semisal tanpa menyebutkan nama kaum tersebut.

Perlu ditegaskan bahwa tugas seorang da'i adalah berupaya meluruskan sebuah kesalahan (mu'alajah al-khatha'). bukan memusuhi orang yang melakukan kesalahan (mu'adah al-mukhthi').

Wallahu A'lam bis Showab.

Nama: Indah Setiowati
Komsat: Blitar